Alternatif Penyelesaian Sengketa Larangan Ekspor Nikel Indonesia Di WTO
DOI:
https://doi.org/10.33019/progresif.v18i1.4209Keywords:
Nickel Export ban; European Union; Appeal; WTOAbstract
Indonesia telah digugat oleh Uni Eropa berkaitan dengan adanya pelarangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020. Pelarangan ekspor itu dilakukan karena Indonesia akan melakukan hilirisasi nikel, dengan tidak mengekspor bijih nikel sebagai bahan mentah, namun menggolahnya menjadi baterai mobil listrik. Uni Eropa merasa dirugikan oleh kebijakan tersebut. Indonesia telah kalah pada tahapan pemeriksaan panel dan mengajukan banding ke Appellate Body WTO. WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang sebenarnya dibuat untuk memuluskan kepentingan negara-negara maju, namun negara-negara berkembang anggota WTO juga melakukan berbagai upaya agar sistem WTO juga memberikan keadilan bagi negara berkembang sehingga terjadi tarik ulur antara negara maju dan negara berkembang di dalam WTO. Kasus Indonesia melawan Uni Eropa dalam sengketa pelarangan ekspor nikel adalah contoh konflik kepentingan antara negara maju melawan negara berkembang di dalam WTO. Menurut peraturan WTO jika hasil banding sudah diadopsi oleh Panel, maka harus ditaati, artinya apabila Indonesia kalah, maka Indonesia harus mengizinkan kembali ekspor bijih nikel sebagai bahan mentah. Masih terdapat peluang bagi Indonesia untuk memenangkan sengketa ini, namun untuk menghindari kekalahan, Indonesia dapat memilih cara lain yang ada di dalam mekanisme penyelesaian sengketa WTO. Cara-cara tersebut adalah Mutually agreed solutions, Good Offices, Conciliation, Mediation, serta Arbitration sesuai Pasal 25.1 DSU.
Additional Files
Published
Issue
Section
License
All publications by Progresif : Jurnal Hukum [p-ISSN: 1978-4619, e-ISSN: 2655-2094] is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
